Arrow

MENUJU RIAU 1//////////////////////////////

MENUJU RIAU 1//////////////////////////////


MUNAS KAHMI Harus Siapkan Pemimpin Muda

Posted by Unknown ~ on ~ 0 comments

Oleh :
RENO FERNANDES


Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) memiliki hajat besar Musyawarah Nasional (Munas) yang diselenggarakan di Hotel Labersa, Pekanbaru 30 November sampai 2 Desember. Selain membicarakan eksistensi KAHMI untuk kemajuan bangsa Indonesia Munas ini juga mempunyai agenda utama yaitu pemilihan Ketua Presidium KAHMI.

Pemilihan presidium secara baik ini sangat penting dilaksanakan mengingat KAHMI mempunyai tanggungjawab  dan peranan besar melahirkan tokoh-tokoh bangsa. KAHMI yang baik akan memunculkan pemimpin bangsa yang baik. Untuk menciptakan pemimpin yang baik tentunya mekanisme pemilihan presidium juga harus dilaksanakan secara baik.

Dalam pemilihan KAHMI kali ini yang juga diatur dalam Anggaran Rumah Tangga KAHMI tentang calon peresedium diantarnya: Alumni HMI yang sekurang-kurangnya berumur 40 Tahun, memiliki integritas dan kapasitas menjadi pemimpin organisasi tingkat nasional, memiliki pengalaman organisasi tingkat nasional, tidak dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

KAHMI Sebagai korps alumni organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia. Tentunya mempunyai tokoh-tokoh yang sangat banyak baik Alumni HMI yang sudah tua sampai kepada alumni HMI yang masih berumur muda. Criteria calon peresedium yang dituliskan di atas ada beberapa criteria yang sedikit banyaknya bersifat diskriminasi kepada generasi muda KAHMI salah satunya “alumni HMI harus berusia 40 tahun.

Fenomena ini sangat bertolak belakang dari semangat para founding father bangsa ini. Lihat saja Soekarno, Muhammad Hatta, Syarir, Tan Malaka semasa muda sudah mendirikan bangsa ini. Bahkan dalam berbagai kesempatan Soekarno mengungkapkan beri aku sepuluh pemuda aku akan menguncang dunia.

Regenerasi kepemimpinan di tubuh KAHMI sangat penting dilakukan secara cepat karena kita sudah lama merindukan pemimpin bangsa dari kalangan muda. Hasil jejak pendapat yang dilakukan pada tanggal 30 November 2012 kepada 50 orang peserta munas, responden dipilih secara acak dari 50 responden tersebut 90 % menyatakan sepakat bahwa KAHMI harus dipimpin oleh kelompok muda yang berkarater baik.

Kepemimpinan Muda, Berani dan Visioner sebagai Solusi

            Manusia di muka bumi ini sebagai khalifah (Al-Baqarah ayat 30)”

“Seorang  pemimpin  adalah  seseorang  yang  melihat  lebih  banyak  dari  pada  yang  dilihat orang lain, yang melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan yang melihat sebelum yang lainnya melihat.” Levoy Eims, penulis buku Be The Leader You Were Meant To Be.

Tidak dapat dipungkiri pemimpin merupakan satu faktor  penentu dalam menciptakan keadaan baik untuk masyarakat. Prinsip yang  harus dikembangkan oleh seorang khalifah adalah dapat menjaga hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan manusia. Dalam kutipan dan pendefenisian diatas dapat kita simpulkan bahwasanya salah satu syarat yang harus dilewati adalah pemimpin  muda  Visioner sebagai solusi alternatif.

Ada asumsi, stagnasi dalam kepemimpinan nasional maupun lokal saat ini menjadi pemicu tuntutan kepemimpinan muda. Kepemimpian nasional yang sekarang diisi generasi lebih senior secara etik dan praksis dianggap tidak kunung mampu mengeluarkan bangsa dari jerat krisis multidimensi. Kepemimpinan muda diharapkan menjadi alternatif mengangkat bangsa dari berbagai keterpurukan.

Itu artinya, dalam konteks Indonesia, gugatan terhadap kepemimpinan nasional dewasa ini tentu tak hanya karena dominannya wajah-wajah lama di panggung kekuasaan, tetapi juga karena masih banyaknya constraint (halangan) bagi munculnya lapisan muda dalam kepemimpinan negara (pusat dan daerah). Misalnya Untuk kontestasi pemilihan presiden 2014, misalnya, sejumlah analisis memprediksi, kecil sekali peluang tampilnya “rising star”, termasuk dari kaum muda.

Kondisi seperti diatas memang bisa disebut krisis kepemimpinan. Dalam lapangan politik, krisis kepemimpinan berarti langkanya atau pun tiadanya kepemimpinan politik yang bisa memenuhi harapan banyak orang dalam hal visi dan komitmen pada visi itu, kompetensi koordinatif, manajerial, organisasi, memberi inspirasi dan motivasi, pengetahuan dan kemampuan intelektual pada umumnya, integritas, kepribadian dan gaya hidup, termasuk keterbukaan, kesederhanaan, kejujuran, kemampuan dan kesediaan untuk mendengarkan dan jika perlu menerima kritik dan pendapat orang lain, kesediaan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus. Krisis kepemimpinan juga berarti sulitnya rakyat menentukan pilihan atas seorang pemimpin. Ini bisa disebabkan tidak hanya langkanya tokoh pemimpin, tetapi juga karena faktor rakyat sendiri yang kesulitan dan tidak cermat memilih pemimpin.

Urgensi kepemimpinan muda, selain masalah minimnya kinerja kepemimpinan lama, tentu juga melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa guna mencapai tujuan-tujuan negara yang masih terbengkalai. Namun dalam konteks ini, esensi gugatan bukan didasarkan pada dikotomi tua-muda, tetapi kerisauan atas spirit kepemimpinan lama yang tidak paralel dengan cita-cita pembaruan. Dengan demikian, sekalipun kelak kaum muda tampil di panggung kekuasaan, ia tak boleh larut dalam “status quo”, melanjutkan sistem lama atau mengganti dengan sistem baru tanpa ada transformasi fundamental dan substansial bagi kehidupan rakyat. Jangan sampai alih generasi hanya ibarat bertukar kulit, tetapi isinya tetap sama. Alih generasi harus dikuti perubahan mentalitas dan mindset untuk pembaruan serta tidak terjebak kepada “spiral pengingkaran amanat rakyat”.

Memperhatikan realitas krisis sekarang, bangsa ini memang sangat membutuhkan lebih banyak pemimpin daripada elit politik, baik untuk konteks kepemimpinan nasional maupun lokal. Ini didasari fakta, krisis multidimensi terjadi di seluruh penjuru negeri. Tentu saja pemimpin dimaksud bukan dalam konotasi feodalistik, seperti zaman raja-raja dulu atau amtenaar di zaman kolonial, melainkan tipikal kepemimpinan modern-rasional (meminjam istilah Max Weber). Dalam konteks inilah, suatu kepemimpinan baru menjadi keniscayaan sejarah di Indonesia.

Kalau resonansinya kepada pemimpin muda, masalah ini tentu masih bisa dicermati lebih kritis lagi. Di era reformasi, dalam batas tertentu, lapisan pemimpin muda sudah diberi kesempatan untuk tampil di panggung (sekalipun masih bersifat pelengkap), baik di eksekutif, legislatif, bisnis, maupun sosial, tetapi perubahan yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi kehidupan rakyat dan bangsa masih jauh dari harapan.

Kemandekan tersebut sedikit banyaknya disebabkan hingga kini peluang bagi kaum muda dan pemudaan semangat kepemimpinan masih terbatas sehingga peran kaum muda masih periferial. Ada yang masih muda, tapi ia terkungkung dalam konservatisme dan konformisme yang berakibat mentalitas, semangat dan daya juangnya untuk perubahan tak bisa diandalkan. Tersendatnya alih generasi kepemimpinan nasional saat ini harus diterobos. Kaum muda harus percaya diri untuk tampil. Namun alih generasi tentu tidak sekedar berganti kulit, melainkan esensi. Tentu saja, dalam situasi saat ini,

Untuk lebih membuat KAHMI kedepan lebih baik hendaknya MUNAS KAHMI ke IX di pekanbaru ini memberi kesempatan kepada generasi muda KAHMI tampil sebagai pemimpin. Sudah saatnya aturan kriteria pencalonan yang mensyaratkan adanya batasan minimal umur kanditat 40 tahun dihapuskan. kepemimpinan lama mesti berjiwa negarawan memberikan kesempatan yang adil kepada kaum muda visioner tampil. Saatnya KAHMI dipimpin Anak Muda, jayalah HMI, KAHMI dan jayalah Indonesia.


(Jabatan KETUA UMUM BADKO HMI SUMBAR)


Related Posts

No comments: