Parkir Semraut

Pekanbaru,(Global).
Acara penutupan PON XVIII, yang dilangsungkan di main stadium Panam, Pekanbaru, Kamis (20/9) memang spektakuler.
Jauh berbeda dengan opening ceremony (9/9) pekan lalu, dimana sebagian tribun dihiasi kursi kosong. Namun, antusias penonton pada acara puncak iven empat tahunan se tanah air yang ditutup Wakil Presiden RI Boediono, itu benar-benar memblundak atau jauh melebihi kapasitas seat main stadium.
Meskipun demikian, panitia sudah menyiapkan antisipasi berbagai kemungkinan yang dapat mengganggu efektifitas acara penutupan, namun panitia terkesan luput menyiasati kesemrautan parkir., Tanpa petunjuk dan rambu-rambu di area parkir sehingga akses sangat semraut menjadi cerita tersendiri dibalik menggeloranya acara penutupan itu.
Kenapa tidak, ternyata panitia sengaja menjual tiket jauh lebih banyak dari kapasitas main stadium, dengan harapan keuntungan yang berlipat ganda.
Padahal, kapasitas tempat duduk hanya 43 rb kursi sedangkan penonton jauh lebih besar jumlahnya.
Dari pantauan media ini, membludaknya penonton menyerbu setiap pintu masuk tribun di main stadium Riau, sehingga tidak terkontrol oleh tim penjaga pintu. Akibatnya, yang memakai tiket dengan yang tidak memakai tiket berdesakan masuk tanpa pengawalan yang berarti. Sehingga jeblos masuk ke tribun tanpa mempertimbangkan tiket yang dibandrol panitia Rp50 rb-RP1 juta.
Tentu saja kondisi tersebut membuat penonton yang terlanjur membeli tiket kecewa. Apalagi mereka banyak yang tak dapat bagian untuk bisa masuk karena kalah bagi mereka yang sama sekali tak memiliki tiket.
Meski panitia menyediakan layar lebar di luar arena, sebagai antisipasi membludaknya penonton, namun hal tersebut tidak menpan.
Pada detik-detik ribuan "penari olang-olang" menyuguhkan atraksi yang memukau mata, penonton yang memenuhi tribun bergemuruh memberikan apresiasi. Gema riuh penonton yang terdengar ke luar arena menyentrum semangat ribuan penonton yang masih berada di luar untuk kembali menyerbu setiap pintu. Bahkan, sempat terjadi dorong-dorongan di pintu masuk dengan petugas.
"Kami telah membeli tiket woi,"teriak Asrul yang kesal di depan pintu masuk kepada petugas keamanan.
Tidak hanya Asrul, pembeli tiket yang lainnya, orang tua, pemuda, pemudi, anak-anak, tak bisa menahan geram, sehingga mereka mendorong-dorong pintu yang pagar aparat kepolisian dan TNI.
Sisi lain dari sebuah acara spektakuler tersebut menjadi hiburan tersendiri ketika di saat Gubernur Riau, Rusli Zainal dengan gagahnya menyampaikan sambutannya dihadapan ribuan penonton yang menggelora.
Di pintu akses menuju lapangan langsung, dekat obor api PON, penonton yang telah lama berdesakan akhirnya luput dari pengawasan. Mereka memasuki lapangan, sehingga area tempat para penari berdiri, diamuk massa.
Dengan kejadian tersebut, petugaspun kembali menutup pintu yang sempat terbuka. Bagi mereka yang sudah terlanjur memadati sudut lapangan, yang terdiri dari orang tua, anak-anak dan pasangan muda mudi, harus rela diusir kembali oleh Sat Brimob yang sedang berjaga. Meski di antara mereka ada yang mencoba protes, namun usaha tersebut gagal.
"Kami sudah beli tiket pak, tolong jangan usir kami. Anak-anak saya pengen menonton. Tolong jangan usir kami,"pinta bu Wasidah dengan 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil.
"Tidak bisa buk. Ini bukan arena bagi pembeli tiket. Pembeli tiket di tribun sana. Cari lah pintu kesana,"tegas seorang petugas keamanan yang berseragam Brimob.
"Mohonlah kami pak. Kasihanlah anak-anak kami,"pintanya lagi sembari membimbing tangan anaknya, dan akhirnya terpaksa balik kanan yang diikuti dengan penonton lainnya.
Pada kejadian tersebut, petugas keamanan sempat mengusir 2 wartawan peliput PON yang memakai ID resmi. Sehingga terjadi perdebatan, meski kemudian wartawan tersebut kembali diizinkan meliput di area api PON tersebut.
Semakin malam acara semakin menarik, apalagi ketika Boediono menutup PON secara resmi, dan bendera PON diserahterimakan dari tuan rumah Riau kepada calon tuan rumah, Jawa Barat untuk 4 tahun ke depan. Apalagi, sederatan artis ibu kota memberikan hiburan yang jarang bisa dinikmati masyarakat Riau secara langsung begitu.
Memang ada yang menyedihkan, bagi masyarakat yang belum punya kesempatan masuk sejak awal meski tiket sudah ditangan, kembali berbondong-bondong masuk ke lapangan ketika acara sudah usai. Perjuangan penonton yang mau meninggalkan lapangan, terhalang oleh mereka yang ingin melihat kemeriahan acara di dalam. Padahal, tak ada lagi acara, tak ada lagi artis ibu kota bernyanyi di panggung, tak ada lagi laser yang dimainkan, tak ada lagi letupan kembang api yang membahana Bumi Lancang Kuning, apalagi sesosok wapres RI, Boediono dan Gubri Rusli Zainal. Tak ada lagi, mereka sudah lenyap, jauh sebelum laser dimatikan.
Mereka yang sudah sampai di dalam, hanya bisa tercenung, takjub bahwa gemuruh dan kemeriahan acara hanya tinggal dalam bayangan. Meraka hanya terpesona menikmati keramaian bak lebah rombak dari sarangnya.
"Eee udah abis acaranya. Hee kayak gini ya di dalamnya,"kata Sovia sambil menghibur anaknya, yang dari awal berusaha masuk, namun seusai acara baru dapat masuk.
Saat dihampiri media ini, dia mengaku sejak awal hanya berdiri dipintu masuk bagian utara.
"Kami baru dapat masuk dek. Padahal tiket sudah dibeli,"sebutnya.
Tak seorang dua yang bernasib sama dengan Sovia, mereka seribuan, di antaranya para orang tua, bapak-bapak, anak-anak, pasangan muda-mudi. Bahkan, di antaranya, ada yang sengaja datang dari tempat tinggalnya pinggiran kota dengan menyewa mobil pick up.
Antusias ini memang menyisakan banyak cerita. Semuanya hanya ada dalam semangat nasionalis, rasa cinta pada negeri, tapi mata mereka tak berkesempatan melihat letupan kembang api di akhir acara. Kasihan.
Parkir Semraut
Cerita beralih ke lapangan parkir usai acara. Dari beberapa iven besar yang ditaja di main stadium Riau, seperti AFC dan pembukaan PON minggu lalu, perihal parkir yang terus menuai kritik, tidak menjadi pelajaran juga pada acara spektakuler penutupan PON itu. Sehingga, kendaraan roda 4 dengan roda 2 dilokasi diparkir di areal yang sama, alias bercampur. Hal tersebut membuat arus keluar simpang siur tanpa pengawalan yang berarti dari panitia dan polisi.
Dikatakan , Viktor Simamorang, sorang pensiunan Polisi, menurutnya panitia harus membuat rambu-rambu parkir jauh-jauh hari sebelumnya. Seperti adanya aba-aba dengan tulisan di setaip blok are parkir itu. Misalnya, parkir kendaraan roda dua, blok I, II dan seterunya.
"Harusnya ada rambu-rambu parkir, seperti pembuatan nama blok parkir. Sehingga masyarakat tidak kebingunagan, apalagi bercampur kendaraan roda2 dengan roda 4,"katanya.
Memang, banyak masyarakat yang deg-degan sebelum bisa menemukan di mana letak kendaraannya. Karena, posisi dan area parkir rata-rata sama tanpa ada petunjuk yang disediakan sebelumnya. Padahal area tersebut rata-rata mirip dan susah membedakan.
Selain itu, penumpukan kendaraan dari parkir hingga gerbang utama terjadi berjam-jam. Karena, akses keluar tidak ada pengawasan dan aturan yang menyisiasati perihal yang sudah sering terjadi itu.
No comments:
Post a Comment